PUASA BICARA MEDITASI VIPASSANA

Dalam meditasi Vipassana yang pernah saya ikuti di Vihara Mendut selama 3 hari 2 malam beberapa tahun lalu, kami para peserta tidak diperkenankan berbicara satu sama lain walau sepatah kata. Handphone juga dititipkan ke panitia penyelenggara. Dan saya baru merasakan jika diam itu sangat sulit. 

Bicara adalah representasi pikiran dalam suara verbal. Setiap bicara, pasti ada pikiran yang bekerja, tidak mungkin tidak. Karena setiap kata mengandung arti atau identitas sesuatu. Kata adalah pengelompokan pengelompokan berdasarkan kesepakatan. Contoh kata "meja", adalah pengelompokan dari kayu, paku, lem yang dibentuk dengan bentuk tertentu sesuai kesepakatan dan fungsinya pun sesuai kesepakatan manusia. Dengan mengatakan kata "meja" artinya anda sedang melakukan penyingkatan elemen elemen meja tadi menjadi satu kata : "meja". Maka setiap anda berkata meja, otomatis anda sedang mengakses memori pikiran yang tertanam di otak anda tentang informasi mengenai meja. Maka di ajaran Hindu, Buddha, Siwa Buddha, Jawa, hingga spiritualisme suku Indian Amerika dikenalah mantra. Mantra adalah kumpulan kalimat tanpa makna. Hong, Ong, Om, Aum, Amen, Amin, Alif lam mim, Yaasin, atau mantra mantra lain yang tidak memiliki makna, namun tujuannya hanya untuk menggetarkan energi. 

Jadi tidak hanya "kata" saja, dalam setiap bicara anda sedang menggetarkan energi. Energi yang bergetar otomatis akan menimbulkan gelombang. Jika frekuensi gelombangnya selaras dengan frekuensi alam, maka saat anda menggetarkan bunyi, anda sedang berkomunikasi tidak hanya dengan sesama manusia, melainkan juga alam semesta. Bedanya mantra dengan bicara adalah, mantra merupakan bunyi tanpa makna yang digetarkan, sementara bicara selalu mengandung bahasa yang memiliki arti. Sekali lagi, arti terkoneksi dengan memori makna dan kesepakatan manusia. Sementara ketika anda mengucapkan mantra tak bermakna, anda tidak memiliki memori apapun terkait arti dari sebuah kata atau kalimat yang anda dengungkan. Frekuensi bicara pun berbeda beda. Ketika anda bicara dengan nada tinggi, atau rendah, lawan bicara anda akan merespon dengan emosi yang berbeda beda. Namun ketika sebelah anda mengucapkan mantra, apakah anda memiliki respon emosi? Yang ada adalah respon energi karena ketika mantra itu selaras dengan organ tubuh tertentu misalnya jantung, vibrasi energi dari mantra itu akan membuat molekul molekul jantung menjadi dinamis. Seperti deretan lonceng gantung yang anda getarkan salah satunya, maka yang lain akan ikut bergetar. Cobalah perhatikan, jika anda seorang muslim dan sedang melakukan ibadah sholat jamaah di masjid yang besar. Ketika semua jamaah melafalkan amin secara bersamaan, rasakan getarannya di tubuh anda. 

Bahasa dan bicara adalah pedang bermata dua. Di satu sisi bermanfaat, di sisi lainnya sangat berbahaya. Seseorang bisa melakukan pembunuhan hanya karena salah bicara, karena kalimat yang diucapkan mempengaruhi pikiran orang lain. Apa yang mempengaruhi? Tentunya makna, intonasi (frekuensi), dan vibrasi tak terlihat yang dihasilkannya. Belum lagi dampak ke orang yang berbicara karena sekali lagi dengan anda berbicara, otomatis anda sedang berpikir. 

Itulah mengapa, dalam beberapa ajaran kuno, "Tuhan" dinamai dengan nama yang tak memiliki makna. Selain karena tak ada yang bisa menjelaskan atau menggambarkan secara makna, nama "Tuhan" dalam beberapa ajaran berkonotasi dengan bunyi (frekuensi). Ketika dilafalkan, maka bunyi yang dihasilkan tanpa makna (otomatis pikiran menjadi tidak aktif), dan frekuensinya selaras dengan frekuensi "Tuhan" sendiri. Ketika dilafalkan berulang, maka gelombang otak akan menurun menjadi theta bahkan gamma. Atau dalam bahasa spiritual disebut meditasi mendalam. 

Saya sendiri selalu mempraktekkan untuk diam, atau puasa berbicara ketika saya mulai terseret oleh emosi dan arus pikiran. Saya selalu menyendiri di ruang meditasi di sudut rumah saya barang sejenak atau sampai saya kembali kepada kesadaran. Bahkan uniknya selalu setiap pikiran saya diam (bukan berarti tidak ada), saya sendiri hanya hidup dalam kesadaran. Kadang untuk menulispun saya tidak memiliki ide, karena ide muncul ketika pikiran bekerja. Mengapa? Karena tulisan adalah bentuk lain dari berbicara. Maka saya kadang heran, ketika banyak orang berpuasa, namun justru banyak berbicara, menulis, atau menghabiskan waktu dengan ngobrol sambil menunggu berbuka puasa. Apanya yang puasa jika yang puasa hanya perutnya saja, namun pikirannya tidak. 

Maka puasa berbicara adalah salah satu metode yang cukup efektif untuk melatih mendiamkan pikiran dalam meditasi Vipassana. Anda bisa melihat, banyak guru guru suci yang sangat irit berbicara ketika ilmunya semakin tinggi. Bicara hanya seperlunya saja... Tidak seperti saya yang masih banyak berbicara, termasuk di tulisan ini... 

- www.youtube.com/berbagicahaya -