MAKNA NYADRAN YANG TELAH BERGESER

Nyadran adalah tradisi ziarah kubur yang dilaksanakan terutama di kalangan masyarakat Jawa, sebelum memasuki bulan Ramadhan. Maknanya sangat bagus : mengingat leluhur yang telah meninggal. Apa gunanya? Bukan untuk mengingat mati dan pasca kematian yakni surga atau neraka, melainkan justru mengingatkan pada KEHIDUPAN. Mengingat apa saja karma karma yang telah dikerjakan leluhur kita.

Mengapa? Karena apa yang disebut karma leluhur adalah karma yang diturunkan melalui DNA tubuh kita. Isinya tidak hanya cetak biru desain tubuh kita yang sesuai dengan bentuk tubuh leluhur, melainkan juga rekaman rekaman sifat, emosi, dan pengalaman pengalaman yang tersimpan dalam memori para leluhur dan diturunkan kita melalui DNA. Inilah yang membentuk tubuh dan sifat badan hidup kita dalam menjalani kehidupan. 

Gunanya apa? 

Tentu istilah "memutus karma leluhur" adalah memutus dengan cara memperbaiki memori-memori warisan, dengan membuat karma sebaliknya, atau bahkan menetralkannya dan tidak membuat karma baru. Tentunya hal itu tidak semudah membalik telapak tangan mengingat DNA adalah memori program bawah sadar kita. Untuk memperbaiki atau membalik memori warisan diperlukan kesadaran, pemahaman atas realitas karma dan kehidupan, konsistensi serta repetisi. Harus terus diulang ulang agar menancap di alam bawah sadar kita. Namun kini kebanyakan orang yang melakukan Nyadran, hanya meminta maaf secara lisan kepada orang tua yang sudah meninggal agar puasa yang akan dijalaninya lancar. Hal ini menunjukkan telah bergesernya makna dari tradisi Nyadran. Tidak ada korelasi sama sekali antara meminta maaf dan puasa. Namun yang dimaksudkan meminta maaf adalah memutus karma leluhur, yakni menetralkan memori memori yang dianggap negatif dan kemudian membalikkan menjadi positif, atau bahkan menetralkan. Puasa Ramadhan diharapkan dapat menjadi momentum untuk berlatih memutus karma. Itulah esensi meminta maaf yang sebenarnya, yakni mengingat dan mengenal leluhur kita sehingga dengan mengenal leluhur kita, kita pun sama saja mengenal siapa diri kita. 

Tradisi mengingat leluhur tersebar di banyak tradisi budaya bangsa bangsa. Dari mulai penamaan dengan menambah marga atau orang tua, memumikan jasad leluhur, hingga masyarakat Jawa dengan tradisi Nyadran.